TERNATE,Coretansatu.com- Perusahaan tambang nikel PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima kembali menjadi sorotan publik. Data kepemilikan saham dua perusahaan ini masih menjadi misteri lantaran tidak tercatat dalam sistem Minerba One.
Minerba One adalah sistem aplikasi digital terintegrasi milik Kementerian ESDM yang baru saja dioperasikan. Sistem ini bertujuan menyatukan berbagai aplikasi dan data sebelumnya, seperti MODI (Minerba One Data Indonesia).
Terlebih, aplikasi ini digunakan untuk mengelola dan memantau seluruh aspek kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, mulai dari proses perizinan hingga pengawasan. Termasuk data penjualan, reklamasi dan pasca tambang.
Perusahaan yang berbasis di pulau Gebe dan pulau Fau itu merupakan milik Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Shanty Alda Natalia. Ia menduduki posisi sebagai direktur, dan Citra Kharisma selaku Komisaris.
Ketiadaan data kepemilikan saham dinilai melanggar Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 serta Kepmen ESDM No. 78/2022, yang mengatur bahwa setiap perubahan susunan pemegang saham, direksi, dan/atau komisaris harus dilaporkan dan dicatat oleh Kementerian ESDM.
“Pencatatan kepemilikan saham merupakan kewajiban perusahaan, kalau tidak tercatat artinya perusahaan tidak patuh secara administratif dan harusnya dikenai sanksi, termasuk pencabutan izin,” tegas Mahri Hasan, Praktisi Hukum Maluku Utara.
PT Smart Marsindo menguasai lahan seluas 666,30 hektare di pulau Gebe, Halmahera Tengah. Izin usaha pertambangan diterbitkan Bupati Halmahera Tengah Yasin Ali pada 2012, dan berlaku hingga 2038.
Sementara PT Aneka Niaga Prima menguasai lahan seluas 459,66 hektare di pulau Fau, Halmahera Tengah. Izin usaha pertambangan diterbitkan Bupati Halmahera Tengah Yasin Ali pada 2012, dan berlaku hingga 2032. Sampai saat ini kedua perusahaan tersebut telah menggerakan buldoser untuk menjangkau konsesi sesuai rencana.
Direktur Almahera Climate Action, Salahuddin Lessy menyoroti izin usaha pertambangan (IUP) kedua perusahaan tersebut. Ia mengatakan, ketiadaan data kepemilikan saham itu berarti perusahaan tidak patuh pada regulasi.
Pihaknya juga menduga izin tambang diterbitkan tanpa melalui proses lelang. Olehnya, Salahuddin meminta Presiden Prabowo Subianto segera perintahkan Kementerian ESDM untuk mencabut IUP perusahaan.
“Secara hukum cacat prosedur. Olehnya, dari sekian masalah ini sudah sepantasnya pemerintah mencabut izin perusahaan. BPK juga harus melakukan audit menyeluruh baik kerugian negara maupun dokumen perizinan,” kata dia.
Hingga berita diterbitkan, media masih dalam upaya konfirmasi kepada Shanty Alda maupun pihak perusahaan.
Editor : Admin Coretansatu.com